Beranda | Artikel
Penuhilah Panggilan Adzan!
Sabtu, 11 April 2009

Keutamaan Sholat lima waktu
Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهْرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ مِنْهُ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ هَلْ يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالُوا لَا يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالَ فَذَلِكَ مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو اللَّهُ بِهِنَّ الْخَطَايَا

Dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu- Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bagaimana menurut kalian apabila di depan pintu rumah kalian terdapat sebuah sungai yang dia mandi di sana lima kali setiap hari, apakah masih ada kotoran di tubuhnya yang menempel?”. Maka mereka menjawab, “Tidak ada kotoran lagi yang tersisa di tubuhnya.” Maka beliau bersabda, “Maka demikianlah perumpamaan sholat lima waktu yang dengannya Allah berkenan menghapuskan dosa-dosa.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Masajid wa Mawadhi’ as-Shalah)

Keutamaan Sholat jama’ah
Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَلْقَى اللَّهَ غَدًا مُسْلِمًا فَلْيُحَافِظْ عَلَى هَؤُلَاءِ الصَّلَوَاتِ حَيْثُ يُنَادَى بِهِنَّ فَإِنَّ اللَّهَ شَرَعَ لِنَبِيِّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُنَنَ الْهُدَى وَإِنَّهُنَّ مِنْ سُنَنِ الْهُدَى وَلَوْ أَنَّكُمْ صَلَّيْتُمْ فِي بُيُوتِكُمْ كَمَا يُصَلِّي هَذَا الْمُتَخَلِّفُ فِي بَيْتِهِ لَتَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ وَلَوْ تَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ لَضَلَلْتُمْ وَمَا مِنْ رَجُلٍ يَتَطَهَّرُ فَيُحْسِنُ الطُّهُورَ ثُمَّ يَعْمِدُ إِلَى مَسْجِدٍ مِنْ هَذِهِ الْمَسَاجِدِ إِلَّا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ بِكُلِّ خَطْوَةٍ يَخْطُوهَا حَسَنَةً وَيَرْفَعُهُ بِهَا دَرَجَةً وَيَحُطُّ عَنْهُ بِهَا سَيِّئَةً وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْهَا إِلَّا مُنَافِقٌ مَعْلُومُ النِّفَاقِ وَلَقَدْ كَانَ الرَّجُلُ يُؤْتَى بِهِ يُهَادَى بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ حَتَّى يُقَامَ فِي الصَّفِّ

Dari Abdullah -yaitu Ibnu Mas’ud- -radhiyallahu’anhu, dia berkata, “Barangsiapa yang ingin berjumpa dengan Allah kelak di akhirat sebagai seorang muslim maka hendaklah dia menjaga sholat-sholat wajib itu yang apabila saatnya tiba maka adzan pun dikumandangkan. Sesungguhnya Allah mensyari’atkan untuk Nabi kalian shallallahu ‘alaihi wa sallam berbagai jalan petunjuk, dan sesungguhnya sholat berjama’ah itu termasuk jalan petunjuk. Kalau saja kalian mengerjakan sholat di rumah-rumah kalian sebagaimana sholatnya orang yang sengaja meninggalkan jama’ah itu sehingga dia mengerjakannya di rumahnya maka itu artinya kalian telah meninggalkan Sunnah Nabi kalian, dan kalau kalian sudah meninggalkan Sunnah Nabi kalian maka pastilah kalian menjadi sesat. Tidaklah seseorang bersuci dengan sebaik-baiknya kemudian dia bersengaja untuk ke masjid di antara masjid-masjid yang ada ini kecuali Allah pasti akan mencatat satu kebaikan baginya dari setiap langkah kakinya dan Allah akan menaikkan derajatnya setiap kali dia melangkahkan kakinya itu, dan Allah berkenan untuk menghapuskan karenanya satu kejelekan. Sungguh, aku teringat bahwa dahulu tidak ada orang yang sengaja meninggalkan sholat jama’ah itu kecuali orang munafiq yang diketahui dengan jelas kemunafikannya. Bahkan sampai-sampai pernah terjadi ada seorang sahabat yang didatangkan ke masjid dalam keadaan dipapah oleh dua orang lelaki hingga diberdirikan di dalam shaf.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Masajid wa Mawadhi’ as-Shalah)

Keutamaan berjalan menuju masjid
Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

Dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu- dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang bersuci di rumahnya kemudian berjalan menuju salah satu rumah di antara rumah-rumah Allah untuk menunaikan salah satu shalat wajib yang Allah berikan kepadanya maka dengan langkah kakinya yang satu akan menghapuskan dosa dan dengan langkah kaki yang satunya lagi akan menaikkan derajat.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Masajid wa Mawadhi’ as-Shalah)

Orang yang berhak dijadikan sebagai imam
Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللَّهِ فَإِنْ كَانُوا فِي الْقِرَاءَةِ سَوَاءً فَأَعْلَمُهُمْ بِالسُّنَّةِ فَإِنْ كَانُوا فِي السُّنَّةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ هِجْرَةً فَإِنْ كَانُوا فِي الْهِجْرَةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ سِلْمًا وَلَا يَؤُمَّنَّ الرَّجُلُ الرَّجُلَ فِي سُلْطَانِهِ وَلَا يَقْعُدْ فِي بَيْتِهِ عَلَى تَكْرِمَتِهِ إِلَّا بِإِذْنِهِ

Dari Abu Mas’ud al-Anshari -radhiyallahu’anhu- dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hendaknya yang mengimami suatu kaum adalah orang yang paling pandai membaca (hafal dengan baik, pen) Kitabullah di antara mereka. Apabila dalam hal bacaan mereka sama bagusnya, maka dahulukan yang lebih paham tentang Sunnah. Kalau dalam hal pemahaman tentang Sunnah juga sejajar maka dahulukan yang lebih dahulu hijrah. Kemudian apabila dalam hal hijrah mereka juga bersamaan maka utamakan yang lebih dulu masuk Islam. Janganlah seseorang mengimami orang lain di daerah kekuasaannya dan janganlah dia duduk di tempat kehormatan yang dimiliki oleh orang tersebut di dalam rumahnya kecuali dengan ijin darinya.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Masajid wa Mawadhi’ as-Shalah)

Menunjuk dua mu’adzin untuk satu masjid
Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ كَانَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُؤَذِّنَانِ بِلَالٌ وَابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ الْأَعْمَى

Dari Ibnu Umar -radhiyallahu’anhuma- dia berkata, “Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki dua orang mu’adzin; yaitu Bilal dan Ibnu Ummi Maktum yang buta.” (HR. Muslim dalam Kitab as-Shalah)

Perintah untuk mengumandangkan adzan
Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

عَنْ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ قَالَ أَتَيْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ شَبَبَةٌ مُتَقَارِبُونَ فَأَقَمْنَا عِنْدَهُ عِشْرِينَ لَيْلَةً وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَحِيمًا رَقِيقًا فَظَنَّ أَنَّا قَدْ اشْتَقْنَا أَهْلَنَا فَسَأَلَنَا عَنْ مَنْ تَرَكْنَا مِنْ أَهْلِنَا فَأَخْبَرْنَاهُ فَقَالَ ارْجِعُوا إِلَى أَهْلِيكُمْ فَأَقِيمُوا فِيهِمْ وَعَلِّمُوهُمْ وَمُرُوهُمْ فَإِذَا حَضَرَتْ الصَّلَاةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ ثُمَّ لِيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ

Dari Malik bin al-Huwairits -radhiyallahu’anhu- dia berkata; Dahulu kami datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan usia kami masih muda dan umur kami tidak berjauhan. Kami tinggal bersama beliau selama dua puluh malam sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sosok yang penyayang dan lembut, ketika beliau menyangka bahwa kami sudah merasa rindu kepada keluarga kami, maka beliau pun menanyakan kepada kami mengenai keadaan orang-orang yang kami tinggalkan dan kami pun kabarkan kepadanya tentang mereka. Lantas beliau bersabda, “Kembalilah kepada keluarga kalian dan dirikanlah shalat bersama mereka, ajarkanlah ilmu kepada mereka, dan perintahkan mereka (untuk menunaikan sholat, pen). Apabila telah datang waktu sholat maka hendaknya ada salah seorang di antara kalian yang mengumandangkan adzan kemudian hendaknya yang menjadi imam adalah orang yang paling tua di antara kalian.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Masajid wa Mawadhi’ as-Shalah)

Membaca sebagaimana yang dibaca oleh mu’adzin
Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا سَمِعْتُمْ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ لِي الْوَسِيلَةَ فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِي الْجَنَّةِ لَا تَنْبَغِي إِلَّا لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ فَمَنْ سَأَلَ لِي الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ

Dari Abdullah bin Amr bin al-‘Ash radhiyallahu’anhu, dia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kalian mendengar mu’adzin mengumandangkan adzan maka ucapkanlah sebagaimana yang diucapkan olehnya lalu bersholawatlah kalian kepadaku, karena barangsiapa yang mengucaapkan sholawat untukku sekali maka Allah akan bersholawat kepadanya sepuluh kali. Kemudian mintalah wasilah kepada Allah bagiku, karena sesungguhnya ia merupakan kedudukan di surga yang tidak layak didapatkan kecuali oleh salah seorang hamba Allahyang sejati. Dan aku berharap orang itu adalah aku. Maka barangsiapa yang memintakan wasilah bagiku maka dia kelak akan mendapatkan syafa’at.” (HR. Muslim dalam Kitab as-Sholah).

Kewajiban untuk memenuhi panggilan adzan
Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ أَعْمَى فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ لَيْسَ لِي قَائِدٌ يَقُودُنِي إِلَى الْمَسْجِدِ فَسَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُرَخِّصَ لَهُ فَيُصَلِّيَ فِي بَيْتِهِ فَرَخَّصَ لَهُ فَلَمَّا وَلَّى دَعَاهُ فَقَالَ هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ بِالصَّلَاةِ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَأَجِبْ

Dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu- dia berkata; Ada seorang lelaki buta yang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia mengatakan, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya tidak memiliki penuntun yang menuntun saya untuk berangkat ke masjid.” Dia meminta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk diberikan keringanan agar diperbolehkan untuk sholat di rumahnya. Maka Nabi pun memberikan keringanan kepadanya, kemudian ketika lelaki itu berbalik untuk pulang beliau memanggilnya dan bertanya, “Apakah kamu masih mendengar panggilan adzan?”. Dia menjawab, “Iya.” Maka beliau bersabda, “Kalau begitu maka penuhilah.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Masajid wa Mawadhi’ as-Shalah)

Keutamaan menunggu waktu sholat
Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

عَنْ أَبِي رَافِعٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَزَالُ الْعَبْدُ فِي صَلَاةٍ مَا كَانَ فِي مُصَلَّاهُ يَنْتَظِرُ الصَّلَاةَ وَتَقُولُ الْمَلَائِكَةُ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ حَتَّى يَنْصَرِفَ أَوْ يُحْدِثَ قُلْتُ مَا يُحْدِثُ قَالَ يَفْسُو أَوْ يَضْرِطُ

Dari Abu Rafi’ dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu- Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang hamba senantiasa dihitung berada di dalam sholat selama dia duduk di tempat sholatnya, dia menantikan datangnya waktu sholat dan para malaikat pun berdoa untuknya, ‘Ya Allah rahmatilah dia’ sampai dia berpaling pulang atau berhadats.” Aku -Abu Rafi’- berkata -kepada Abu Hurairah-, “Apa yang dimaksud berhadats?”. Maka dia menjawab, “Yaitu buang angin; tanpa suara atau disertai dengan suara.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Masajid wa Mawadhi’ as-Shalah)

Iqomah dikumandangkan jika imam telah datang
Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ قَالَ كَانَ بِلَالٌ يُؤَذِّنُ إِذَا دَحَضَتْ فَلَا يُقِيمُ حَتَّى يَخْرُجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا خَرَجَ أَقَامَ الصَّلَاةَ حِينَ يَرَاهُ

Dari Jabir bin Samurah, dia berkata, “Dahulu Bilal mengumandangkan adzan -zhuhur- apabila matahari telah tergelincir. Dia tidak mengumandangkan iqomah sampai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar, apabila beliau telah muncul maka dia segera mengumandangkan iqomah tatkala sosok beliau sudah terlihat.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Masajid wa Mawadhi’ as-Shalah)

Mengadakan pengajian di masjid untuk mempelajari al-Qur’an
Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمْ الْمَلَائِكَةُ وَذَكَرَهُمْ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ

Dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu-, dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menghilangkan kesulitan hidup yang dialami oleh seorang mukmin di dunia niscaya Allah akan lepaskan darinya beban kesulitan hidup pada hari kiamat. Barangsiapa yang meringankan beban orang yang kesulitan untuk melunasi hutangnya maka Allah akan berikan keringanan baginya di dunia dan di akhirat. Barangsiapa yang menutupi keburukan seorang muslim maka Allah akan menutupi keburukannya di dunia dan di akhirat. Allah senantiasa menolong seorang hamba selama dia mau menolong saudaranya. Barangsiapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka mencari ilmu maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga. Tidaklah suatu kaum berkumpul di dalam salah satu rumah Allah dengan membaca Kitabullah di dalamnya dan saling mempelajarinya di antara mereka melainkan akan turun kepada mereka ketenangan dan kasih sayang akan meliputi mereka serta para malaikat akan meliputi mereka, Allah juga akan menyebut-nyebut mereka di hadapan para malaikat yang ada di sisi-Nya. Barangsiapa yang lambat amalnya maka tingginya garis keturunannya tidak bisa mempercepat pahala amalnya.” (HR. Muslim dalam Kitab ad-Dzikr wa ad-Du’a wa at-Taubah wa al-Istighfar)


Artikel asli: http://abumushlih.com/penuhilah-panggilan-adzan.html/